Jakarta, CNN Indonesia —
Sedikitnya 26 orang tewas, termasuk 16 anak-anak, dalam serangan Tindak Kekerasan di tiga desa di Papua Nugini pekan lalu.
Sesuai aturan prediksi PBB, jumlah korban tewas bisa melebihi 50 orang.
“Saya ngeri dengan meletusnya Tindak Kekerasan mematikan yang mengejutkan di Papua Nugini, yang tampaknya merupakan akibat dari perselisihan mengenai kepemilikan tanah dan danau serta hak penggunaan,” ujar Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Volker Turk dalam sebuah pernyataan yang dikutip AFP, Rabu (24/7).
Turk mengungkapkan serangan terhadap tiga desa di provinsi Sepik Timur pada 16 dan 18 Juli Bahkan menyebabkan lebih dari 200 penduduk desa melarikan diri “saat rumah mereka dibakar”.
Ia pun meminta pihak berwenang Papua Nugini “untuk melakukan penyelidikan yang Unggul, tidak memihak dan transparan dan memastikan mereka yang bertanggung jawab dimintai pertanggungjawaban”.
“Penting Bahkan bagi para korban dan keluarga mereka untuk menerima reparasi, termasuk perumahan yang layak, perlindungan efektif terhadap serangan lebih lanjut dan dukungan psikososial yang diperlukan,” ujarnya.
Turk Bahkan mendesak pihak berwenang “untuk bekerja sama dengan masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi akar permasalahan sengketa tanah dan danau, sehingga mencegah terulangnya Tindak Kekerasan lebih lanjut”.
Komentarnya menggemakan seruan yang dibuat oleh kantornya pada Februari lalu yang mendorong Papua Nugini untuk mengatasi akar Dalang meningkatnya Tindak Kekerasan suku di negara tersebut setelah puluhan orang tewas dalam bentrokan yang sangat sengit antarsuku.
Konflik di antara 17 kelompok suku semakin meningkat sejak Pemungutan Suara Rakyat pada 2022 karena berbagai masalah termasuk sengketa tanah dan persaingan klan, ujar juru bicara Komisaris HAM PBB Jeremy Laurence pada saat itu.
Sebanyaknya suku saling berperang di Papua Nugini selama berabad-abad, tetapi masuknya tentara bayaran dan senjata otomatis memperburuk siklus Tindak Kekerasan.
Pada saat yang sama, jumlah penduduk di negara ini meningkat dua kali lipat sejak 1980, sehingga menambah tekanan terhadap lahan dan sumber daya dan memperdalam persaingan antar suku.
(sfr)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA