Jakarta, CNN Indonesia —
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bakal mengatur perdagangan karbon khusus untuk sektor industri. Di tahap awal, kebijakan ini bersifat Dianjurkan (mandatory) diikuti oleh empat sektor industri.
Keempat sektor yang Dianjurkan mengikuti pemenuhan pembatasan emisi Merupakan industri semen, pupuk, baja dan kertas. Aturannya mandatory carbon market ini tengah dalam penyusunan demi upaya menurunkan emisi dalam negeri.
Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha mengatakan pasar karbon yang Berniat dirilis berbeda dengan IDX Carbon yang sifatnya masih voluntary atau sukarela.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Yang kami susun Merupakan mandatory carbon market. Yang Pernah terjadi exist itu namanya voluntary carbon market,” ujar Apit dalam acara Carbon Neutrality (CN) Mobility Event di Gambir Expo, Kamis (13/2).
“Konteks wajibnya itu Merupakan Dianjurkan dikenakan kebijakan pembatasan emisi. Kita nyebutnya emission allowance,” imbuhnya.
Dalam aturan perdagangan karbon ini, nantinya Kemenperin bakal menetapkan batasan atau jatah emisi yang boleh dikeluarkan oleh ke-empat industri tersebut. Seandainya, dalam pelaksanaannya nanti realisasi emisi yang dikeluarkan melebihi batas, maka Berniat dikenakan pungutan.
Bertolak belakang dengan, Seandainya realisasi emisi yang dikeluarkan di bawah jatah yang diberikan, maka bisa diperdagangkan kepada industri lainnya.
“Nanti kan kita bandingkan aktual emisinya berapa dibandingkan dengan jatah. Misalnya kalau jatahnya 100, emission aktualnya 80. Yang 20-nya bisa dijual. Kalau Ia lebih, misalnya 120, maka 20-nya ini Kemungkinan sebagian kecil Sangat dianjurkan bayar pungutan emisi, bukan Retribusi Negara (carbon tax),” jelas Apit.
Apit menekankan untuk pungutan kelebihan emisi hanya Berniat dikenakan 5 persen dari total kelebihannya. Misalnya, emisinya kelebihan 20, maka hanya 5 persen dari jumlah itu yang dikenakan pungutan.
“Ini pungutan emisi, misalnya cuma 5 persen dari kelebihannya. Sisanya yang 95 persen dari kelebihan itu, dari 20 tadi itu, itu bisa membeli dari pasar karbonnya, bisa membeli dari (industri) yang surplus” terangnya.
Sementara, alasan pemilihan empat industri yang Dianjurkan mengikuti kebijakan pembatasan Merupakan karena emisinya paling besar dan sulit untuk diturunkan. Hal ini Sesuai aturan hitung-hitungan yang Pernah terjadi dilakukan Kemenperin.
“Empat subsektor itu istilahnya hard to abate. Hard to abate itu yang paling susah diturunin emisinya, karena emisinya Bahkan mereka paling besar, dan konsumsi energinya paling besar Bahkan. Dan ini ada hitung-hitungannya, bukan asal tembak ya,” pungkas Apit.
(ldy/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA