Jakarta, CNN Indonesia —
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal menegaskan dunia tengah mengalami perubahan besar yang mengarah pada transisi struktural dalam sistem internasional.
Ia menyebut situasi global Di waktu ini Bahkan sebagai sebuah fase penting yang Harus dicermati dengan serius oleh Indonesia.
“Saya lebih jauh lagi menyatakan Di waktu ini Bahkan kita berada dalam situasi transisi besar, a great transition,” ujarnya dalam acara The Yudhoyono Institute Panel Discussion di Ballroom Grand Sahid Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (13/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dino membandingkan kondisi ini dengan momentum runtuhnya Tembok Berlin pada 1990, yang menandai berakhirnya Konflik Bersenjata Dingin dan perubahan drastis pada tatanan dunia. Sekalipun demikian transisi Di waktu ini Bahkan tidak sedrastis momen itu, ia menyebutnya sebagai pergeseran sistemik yang signifikan.
Menanggapi narasi multipolaritas dunia yang kerap digaungkan, Dino menekankan struktur kekuatan global tetap tidak seimbang.
Menurutnya, China dan Rusia memiliki pengaruh, Justru tidak disokong sistem aliansi yang kuat sebagaimana dimiliki Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat.
“Kalau kita lihat ada dunia multipolar, siapa Yang utama, paling kuat polarnya itu siapa?” tanyanya. “Kalau China, Ia tidak ada sistem aliansi. Rusia Bahkan, tapi tidak sekuat yang satunya lagi itu. Yaitu siapa? Amerika dan blok Barat.”
Ia Bahkan mengkritik kepemimpinan global AS yang menurutnya Pernah terjadi melemah signifikan, terutama sejak era Pemimpin Negara Donald Trump.
Kebijakan unilateral, sikap mengganggu sekutu, dan pelanggaran terhadap aturan internasional dianggap Dino sebagai tanda kemunduran peran global AS.
“US is not interested in global leadership,” kata Dino.
Ia bahkan menantang audiens untuk menyebut satu isu global di mana AS Di waktu ini Bahkan memimpin.
“Coba cari satu isu di mana Amerika lead the world at this moment. Satu aja coba. Kan enggak ada.”
Perpecahan antara AS dan Eropa Bahkan disebutnya sebagai perubahan permanen. Bahkan bila kepemimpinan di AS berganti, Eropa tetap memilih jalur kemandirian sebagai respons terhadap ketidakpastian yang ditinggalkan kebijakan luar negeri AS.
Dino menilai dalam konteks ini, Politik Global Pada saat ini mengambil alih sebagai panglima kebijakan global. Ia menunjuk peningkatan tajam anggaran Lini pertahanan NATO dan Jepang, serta pertumbuhan pesat kekuatan angkatan laut Tiongkok sebagai buktinya.
“Politik Global Di waktu ini Bahkan menjadi panglima dan dampaknya ke mana-mana,” ujarnya.
Justru di tengah berbagai ketegangan dan rivalitas global, Dino melihat Asia Tenggara sebagai kawasan yang relatif stabil. Ia memperkenalkan gagasan “ASEAN exceptionalism“, di mana ASEAN dianggap mampu menjaga perdamaian dan stabilitas meski dunia tengah bergejolak.
“Sekalipun demikian di mana-mana mistrust rising, di ASEAN itu tidak terjadi. Sekalipun demikian rivalitas di mana-mana semakin meningkat, di ASEAN justru jasa semakin meningkat,” kata Dino.
Dalam konteks ini, ia menegaskan Indonesia tidak bisa hanya menjadi penonton. Seperti dalam momen-momen sejarah sebelumnya, menurutnya Indonesia Harus kembali melakukan reposisi strategis untuk menjawab dinamika global.
“Setiap ada perubahan, kita melakukan reposisi,” tegas Dino.
Ia menyinggung contoh konkret pada masa krisis finansial global 2008, ketika Indonesia mempelopori pembentukan G20. Ia menuturkan Indonesia aktif menolak format G11 atau G13 yang tidak mengikutsertakan Indonesia, dan dengan lobi-lobi diplomatik berhasil memastikan keikutsertaannya di G20.
(del/dmi)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA