Jakarta, CNN Indonesia —
Mitora Pte., Ltd tengah menantikan putusan Lembaga Peradilan Negeri Jakarta Pusat terkait sengketa Museum Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan nomor perkara 531/Pdt.Sus-Arb/2024/PN Jkt.Pst. Keputusan Lembaga Peradilan tersebut Berniat menjadi dasar bagi langkah hukum selanjutnya yang Berniat diambil perusahaan.
Dalam keterangannya, Executive Assistant Director Mitora, Deny Ade Putera, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menegakkan kebenaran. Bila Mitora memenangkan perkara ini, mereka berencana untuk mengambil langkah hukum terhadap dua orang saksi, yaitu Gatot dan Kepala Keamanan Museum Soeharto, Mina.
“Gatot dalam kesaksiannya menyebut adanya dana di rekening BCA milik Soehardjo yang hanya diblokir oleh pihak bank,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (13/12).
Merujuk pada Surat Keterangan Penolakan dari Bank BCA, ia melanjutkan, cek tersebut dinyatakan kosong karena dana tidak mencukupi, yang bertolak belakang dengan klaim yang disampaikan dalam persidangan.
Sementara itu, Mina mengklaim bahwa Andreas Thanos Menyediakan arahan langsung kepada karyawan di Museum Purna Bhakti Pertiwi. Denny pun membantah klaim tersebut dan menyatakan bahwa peristiwa tersebut Sama sekali tidak terjadi.
“Kesaksian ini dinilai berusaha membangun narasi yang tidak berdasar dan merugikan pihak Mitora,” imbuh Ia.
Mitora Bahkan menyoroti upaya pembatalan putusan BANI yang sebelumnya diajukan oleh OC Kaligis. Pembatalan tersebut dinilai menjadi langkah penting dalam membongkar dugaan manipulasi hukum.
“Kami Bahkan Pernah terjadi pula mengirimkan surat kepada Kepala Negara Prabowo untuk meminta perhatian dan penyelidikan terhadap dugaan adanya kejanggalan dalam putusan BANI yang dianggap tidak berpihak pada keadilan,” ujar Deny.
Langkah ini diambil sebagai komitmen Mitora untuk memastikan kebenaran terungkap dan keadilan dapat ditegakkan.
Sebagai informasi, sengketa antara Mitora dan Yayasan Purna Bhakti Pertiwi (YPBP) bermula dari Perjanjian Kerja Sama yang dituangkan dalam Akta Notaris Nomor 13 tanggal 17 April 2014.
Dalam perjanjian tersebut, Mitora mengklaim Pernah terjadi menjalankan kewajibannya, termasuk menyusun master plan, mempresentasikan proyek, dan mendanai operasional selama periode tertentu.
Justru dalam perjalanannya, Mitora diputus Pernah terjadi melakukan Cidera Janji (Wanprestasi) terhadap perjanjian tersebut oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Merujuk pada Putusan Nomor 47013/11/ARB-BANI/2024.
Merespons hal ini, kuasa hukum Mitora, OC Kaligis, menyatakan keberatan atas putusan BANI tersebut. Sehingga, Mitora secara resmi mengajukan gugatan ke Lembaga Peradilan Negeri Jakarta Pusat untuk membatalkan putusan BANI.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA