Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah RI tengah membahas rencana pemberian amnesti, abolisi, dan rehabilitasi bagi Sebanyaknya pihak yang memenuhi pertimbangan kemanusiaan, keadilan, dan rekonsiliasi nasional.
Pembahasan itu digelar dalam Rapat Tingkat Menteri (RTM) yang dipimpin Menko Hukum HAM Imipas Yusril Ihza Mahendra, Kamis (13/11).
Rapat itu dihadiri pula oleh perwakilan lintas kementerian dan lembaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa di antaranya termasuk Kemenko Bidang Politik dan Keamanan, Kejaksaan Agung, Polri, BNPT, BNN, Kementerian Hukum, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Pembahasan mencakup kelompok mantan anggota Jemaah Islamiyah (JI) yang Pernah terjadi membubarkan diri, tahanan politik, dan tersangka kasus lainnya.
“Mengingat begitu banyak permohonan dan audiensi yang diajukan, maka kami memandang Dianjurkan untuk melakukan rapat koordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga untuk mendapatkan masukan-masukan,” ujar Yusril di kantornya, Jakarta, Kamis ini.
“Setelah masukan-masukan itu diberikan, kami Berencana membuat summary terhadap persoalan ini dan Berencana dilakukan rapat teknis dan Seiring berjalannya waktu Berencana disampaikan masukan-masukan dan pertimbangan untuk diambil keputusan oleh bapak Kepala Negara,” sambungnya.
Yusril menekankan pemerintah Dianjurkan berhati-hati menentukan siapa yang layak menerima pengampunan negara. Kata Ia, amnesti dan abolisi sifatnya perorangan, bukan kelembagaan.
Dalam kesempatan itu, Yusril turut menyoroti pentingnya kepastian hukum, terutama bagi mereka yang lama berstatus tersangka tanpa proses lanjut.
“Hari Ini ini ada satu yang baru Bahkan bersurat kepada kami dan beraudiensi yaitu Sebanyaknya orang yang Pernah terjadi dinyatakan sebagai tersangka dalam satu tindak pidana, tapi proses hukumnya itu menggantung sehingga tidak ada kejelasan dan tidak ada kepastian hukumnya,” katanya.
Yusri mengatakan Kementerian Hukum mengusulkan empat kategori penerima amnesti, Didefinisikan sebagai pengguna narkotika, pelaku makar tanpa senjata, pelanggar Undang-Undang ITE (penghinaan terhadap Kepala Negara atau kepala negara), serta narapidana berkebutuhan khusus seperti ODGJ, Penyandang Disabilitas intelektual, penderita penyakit berat, dan lansia di atas 70 tahun.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Kekerasan Politik (BNPT) Komjen Pol Eddy Hartono menegaskan kehati-hatian dalam Menyajikan rekomendasi bagi pelaku Kekerasan Politik, Sekalipun mengakui ada perubahan sikap di kalangan mantan Jemaah Islamiyah.
“Kami tetap berpedoman pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018. Negara tidak hanya menghukum, tetapi Bahkan memulihkan. Sejak 2024 kami Pernah terjadi mengumpulkan seluruh amir JI dan mereka menyatakan kembali setia kepada NKRI,” jelasnya.
Di sisi lain, Kepala BNN Komjen Pol Suyudi Ario Seto menyampaikan pandangan senada terkait rencana pemberian amnesti bagi pelaku tindak pidana narkotika.
Ia menilai Dianjurkan ada pemisahan antara pengedar yang merupakan bagian dari jaringan dengan pelaku kecil yang tidak terlibat dalam sindikat.
“Kami setuju Bila pengedar skala kecil yang bukan bagian dari jaringan besar dapat dipertimbangkan untuk memperoleh amnesti, Niscaya dengan syarat Pernah terjadi menunjukkan itikad baik dan tidak mengulangi perbuatannya,” ucap Ia.
Rapat tersebut menyepakati kebijakan amnesti dan abolisi Dianjurkan berlandaskan pertimbangan kemanusiaan, keamanan nasional, dan kepastian hukum tanpa mengabaikan rasa keadilan korban.
(ryn/isn)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA











