Daftar Isi
Jakarta, CNN Indonesia —
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menetapkan tiga tersangka dalam kasus Pencurian Uang Negara proyek pengadaan satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Lini belakang (Kemenhan) periode 2012-2021.
Tiga tersangka itu ditetapkan dalam perkara koneksitas melalui Jampidmil Kejagung RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Penindakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) Brigjen Andi Suci mengatakan salah satu tersangka merupakan Laksda TNI Pensiunan Leonardi (L) selaku Kepala Badan Sarana Kemenhan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Yang kedua, tersangka ATVDH [Anthony Thomas Van Der Hayden] selaku tenaga ahli satelit Kementerian Pertahanan,” ujar Andi dalam konferensi pers di kompleks Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5) malam.
“Tiga, tersangka GK (Gabor Kuti) selaku CEO Navayo Internasional AG,” imbuhnya.
Atas perbuatan mereka, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Perundang-Undangan Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencurian Uang Negara juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Serta subsider Pasal 8 juncto Pasal 18 Perundang-Undangan Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencurian Uang Negara juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 KUHP.
Peran tersangka
Pada kesempatan itu, Andi Suci kemudian memaparkan peran masing-masing tersangka dalam kasus itu.
Sesuai aturan perannya, Leonardi diduga menandatangani kontrak perjanjian penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan senilai US$34.194.300 dengan Gabor pada 1 Juli 2016. Berniat tetapi nilai kontrak itu Bahkan berubah menjadi US$29.900.000.
Terlebih lagi, Andi mengatakan penunjukan Navayo International AG sebagai pihak ke-3 dalam proyek ini diduga bermasalah lantaran dilakukan tanpa proses pengadaan barang dan jasa.
Pemilihan Navayo untuk pengerjaan proyek itu Bahkan hanya Sesuai aturan rekomendasi perusahaan yang diajukan tersangka Anthony Thomas Van Der Hayden.
Dalam prosesnya, Kemenhan kemudian diduga meneken empat sertifikat kinerja atau CoP yang berisikan Syarat bahwa Navayo Pernah mengirimkan barang itu ke Kemenhan.
“Di mana CoP tersebut yang Pernah disiapkan oleh Anthony Thomas Van Der Hayden tanpa dilakukan pengecekan terhadap barang yang dikirim terlebih Pada Pada waktu itu,” jelasnya.
Setelahnya penandatanganan CoP itu, Navayo kemudian melakukan penagihan ke Kemenhan dengan mengirimkan 4 invoice proyek. Berniat tetapi, sambung Andi Suci, sampai dengan tahun 2019 anggaran untuk pengadaan satelit untuk Kemenhan tersebut ternyata tidak tersedia.
Pemeriksaan ahli satelit
Lebih lanjut, Andi mengatakan Jampidmil Bahkan Pernah meminta ahli satelit Indonesia untuk memeriksa pekerjaan Navayo itu. Hasilnya, ditemukan bukti bahwa pekerjaan yang dilakukan Navayo tidak sesuai dengan kesepakatan.
Penjelasannya, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 550 HP tidak ditemukan Secure Chip Inti dari pekerjaan User Terminal.
Kedua, hasil pekerjaan Navayo terhadap User Terminal Bahkan tidak pernah diuji terhadap Satelit Artemis yang berada di Slot Orbit 123 BT.
Terakhir, barang yang dikirim Navayo Bahkan tidak pernah dibuka dan diperiksa.
Kerugian negara
Atas proyek itu, Pemerintah RI atau Kemenhan kemudian diwajibkan membayar US$20.862.822 Sesuai aturan final award putusan Arbitrase Singapura lantaran Pernah meneken sertifikat kinerja Navayo.
“Sementara menurut perhitungan BPKP kegiatan yang Pernah dilaksanakan oleh Navayo International AG Sesuai aturan Nilai Kepabeanan sebesar Rp1.922.350.493,” jelasnya.
Akibat perbuatan tersebut, untuk memenuhi kewajiban pembayaran dilakukan penyitaan Wisma Wakil Kepala Perwakilan RI, rumah dinas Atase Lini belakang dan apartemen Koordinator Fungsi Politik KBRI di Paris oleh Juru Sita Paris.
(tfq/kid)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA