Jakarta, CNN Indonesia —
Sebuah survei baru-baru ini mengungkap Kebiasaan ‘swipe‘ di kencan digital Pernah menurun. Sepertinya, kaum jomlo bakal kembali ke kencan dengan pendekatan tradisional.
Angka pernikahan di Indonesia dilaporkan menurun signifikan sampai 54 persen dalam satu dekade terakhir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) di 2023 mencatat, sebanyak 68,29 persen anak muda Indonesia belum menikah.
Lunch Actually, platform kencan digital, mengamati kondisi ini berkaitan dengan penurunan Kebiasaan swipe alias online dating (kencan daring). Dalam survei terbaru berjudul “Annual Singles Dating Survey” di enam negara Asia, termasuk Indonesia, hanya 12 persen jomlo yang menggunakan aplikasi kencan.
Kemudian, sebanyak 42 persen memilih tidak menggunakan aplikasi kencan sama sekali.
“Tahun ini, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kami Pernah terjadi mengamati dampak yang berbeda di mana kenyamanan dalam menggunakan aplikasi kencan Pernah terjadi Mengoptimalkan ekspektasi Akan segera koneksi yang instan, sedangkan keinginan untuk mendapatkan koneksi mendalam dan hubungan yang nyata, semakin besar,” kata Violet Lim, CEO dan salah satu pendiri Lunch Actually, dalam sebuah pernyataan resmi, Rabu (10/7).
Survei diikuti oleh 2.038 jomlo di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Indonesia, Taiwan, dan Thailand. Ada sebanyak 342 responden dari Indonesia.
Dilaporkan sebanyak 72 persen jomlo Indonesia mulai menyadari komunikasi dan hubungan emosional merupakan aspek yang sangat penting dalam hubungan jangka panjang.
Dibanding ketertarikan fisik (24 persen), jomlo lebih memilih menitikberatkan pada komunikasi dan hubungan emosional (74 persen).
Lelah berkencan
Lim melihat ada pergeseran preferensi kencan di tengah era digital dan marak aplikasi kencan daring. Ada beberapa faktor alasan Kebiasaan swipe menurun.
1. Paradoks dalam memilih
Ketika ada banyak pilihan, ada kecenderungan untuk tidak memilih. Hal ini yang terjadi dalam dunia kencan daring.
Survei menemukan pengguna aplikasi kencan biasanya berkomunikasi dengan 1-2 orang berbeda (50 persen) atau 3-5 orang (37 persen) di saat Pada waktu yang sama. Banyak teman chatting tak membuat orang merasakan urgensi untuk ‘kopi darat’.
Kemudian, komunikasi dengan beberapa orang membuat mereka gampang kehilangan minat dan menganggap remeh ‘kecocokan’ dengan seseorang.
2. Capek kencan
Aplikasi kencan bisa sangat mengedepankan kriteria fisik sehingga kecocokan dari segi koneksi tak lagi jadi prioritas. Akui saja, sebagian orang ‘swipe right‘ karena tampilan di foto profil menarik.
Sementara itu, sebanyak 65 persen pengguna aplikasi kencan daring pernah tertipu foto profil palsu. Kencan jadi sesuatu hal yang melelahkan karena Dianjurkan menyaring orang lewat profil digital dan memperbanyak chatting.
3. Biro jodoh luring dianggap lebih Berkualitas
Aplikasi kencan daring biasanya dapat diakses secara gratis. Siapa pun bisa bergabung tanpa filter jelas. Justru, ada risiko orang terhubung dengan penipu.
Orang-orang pun mulai kembali ke layanan biro jodoh luring (offline) karena keaslian profil yang lebih tinggi ketimbang biro jodoh daring.
4. Privasi
Metode konvensional membuat orang tidak Harus berurusan dengan privasi data. Lewat kencan daring, pengguna aplikasi pernah didekati dengan Trik yang membuat mereka tidak nyaman (56 persen).
Kesadaran Akan segera privasi data meningkat. Akibatnya, daripada menerima risiko keamanan data, orang lebih memilih bertemu dan berkencan dengan Trik yang lebih tradisional.
5. Hubungan jangka panjang
Aplikasi kencan daring masih dipandang sebagai sarana berkencan secara kasual, bukan untuk hubungan jangka panjang. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, sebab tak jarang pengguna jadi korban ghosting (61 persen).
Survei melihat jomlo Indonesia ingin menikah dalam waktu dekat (40 persen). Ada keseriusan dalam mencari pasangan sehingga biro jodoh luring atau kencan tradisional dianggap Menyajikan kesempatan lebih tinggi untuk menjalin hubungan serius dan berkomitmen.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA