Jakarta, CNN Indonesia —
No farmer, no food, no future (tidak ada petani, tidak ada pangan, tidak ada masa depan). Kalimat yang kerap diungkapkan oleh Bayu Krisnamurthi selaku Direktur Utama Perum BULOG, tampaknya mewakilli kekhawatiran sebagian besar publik Berniat persoalan ketahanan pangan yang mulai tampak jelas di depan mata.
“Jumlah petani kita Pernah terjadi semakin menurun dan di antara jumlah petani yang tersisa, sebagian besar Pernah terjadi berusia tua. Pertanian menjadi semakin tidak menarik bagi generasi muda yang Berniat datang. Hal ini menjadi masalah serius dalam regenerasi pertanian kita,” ucap Bayu.
Selain jumlah petani yang turun, persoalan lainnya yang dihadapi dalam hulu ketahanan pangan Merupakan kelelahan tanah pertanian atau yang dikenal sebagai soil fatigue .
“Produktivitas kita stagnan antara lain karena petani menggunakan pupuk berlebihan sehingga lahannya menjadi tidak subur lagi. Untuk memperbaiki hal ini, maka Dianjurkan direkayasa ulang lagi secara agronomi, sehingga lahan pertanian kembali menjadi subur,” ujar Prof. Dr. M. Ikhsan, Ekonom Pangan dari Universitas Indonesia.
Hal ini merupakan hal yang tidak mudah dan Dianjurkan dikoordinasikan secara baik, tambah Ikhsan. Untuk menciptakan ketahanan pangan yang kuat, dibutuhkan kerjasama antara para pelaku rantai pasok pangan dari hulu ke hilir.
Mengikuti prognosa neraca pangan nasional dari Badan Pangan Nasional, kebutuhan beras di Indonesia mencapai 31,2 juta ton. Sedangkan menurut Biro Pusat Statistik (BPS), Sudah terlaksana penurunan produksi pada periode 4 bulan pertama di tahun 2024 dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Hal ini dikarenakan berbagai faktor termasuk krisis iklim, penurunan jumlah petani maupun Kejadian Istimewa El Nino.
Sandi Octa Susila, seorang petani muda sekaligus Ketua Umum Duta Petani Milenial Kementerian Pertanian RI mengatakan, “Kita Di waktu ini menghadapi situasi yang berbeda. Bila Pada Pada masa itu kita mengalami kekeringan, maka tidak sedahsyat yang Di waktu ini dihadapi. Apalagi tahun ini kita menghadapi gorila El Nino yang jauh lebih besar lagi”.
Ditambah lagi petani Bahkan Wajib pendampingan khusus dalam menghadapi situasi yang berbeda daripada sebelumnya, mulai dari pendampingan aplikasi pupuk yang berimbang, penggunaan benih dengan generasi terbaru serta adanya jaminan asuransi dalam hal kegagalan panen, imbuh Sandi.
Mencoba Mendukung menjawab tantangan ketahanan pangan di hulu, Perum BULOG melalui hulunisasi program percontohan bernama Mitra Tani, mendampingi para petani termasuk memperbaiki dan Mendukung mengatasi masalah seperti kekurangan akses pupuk dan bibit Istimewa serta menjadi penjamin pembiayaan produksi.
“Tujuan program Mitra Tani Merupakan untuk bersama-sama dengan petani mengatasi problem yang mereka hadapi baik mengenai persoalan kesuburan lahan, menghadapi kekurangan modal, masalah pupuk ,benih dan lain-lain,” jelas Bayu.
Perum BULOG Sudah mencoba beberapa model kerjasama pada program Mitra Tani, termasuk pendampingan, bagi hasil, pengolahan, kemitraan strategis, serta menjadi pembeli hasil panen (off-taker) , yang kemudian menjadi kemitraan pertanian lingkaran tertutup atau dikenal sebagai closed-loop farm partnership.
“Kami Pernah terjadi membuat berbagai kerjasama termasuk dengan PT. Pupuk Indonesia dan Universitas Hasanuddin serta kami sangat terbuka untuk bekerjasama dengan berbagai pihak, untuk mengembangkan program ini,” tambah Bayu.
Di waktu ini Pernah terjadi 1.000 Hektare lahan sawah yang menjadi bagian dari program Mitra Tani di provinsi Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, yang menjadi cikal bakal dari target pengelolaan 200.000 Hektare. Program Mitra Tani Merupakan langkah nyata di mana Perum BULOG menjadi kawan dan mitra dari petani untuk mengantarkan kebaikan bagi ketahanan pangan nasional.
(agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA